Techfin Insight — Awal tahun 2025 membawa catatan suram bagi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan melambat, kontraksi ekonomi terasa di banyak sektor, dan masyarakat merasakan langsung dampaknya.
Namun, di tengah tekanan tersebut, Bank Indonesia menyiratkan peluang baru: suku bunga acuan bisa kembali turun.
Apa artinya ini bagi pelaku usaha, ibu rumah tangga, dan generasi muda yang mulai berinvestasi?
Stabilitas atau Stimulus? Dilema Bank Sentral
“Kami masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga BI Rate ke depan,” kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam rapat pembahasan RAPBN 2026.
Ia mengungkapkan bahwa inflasi yang rendah membuka peluang bagi kebijakan moneter yang lebih akomodatif.

Setelah menurunkan suku bunga pada Januari dan Mei menjadi 5,5%, Bank Indonesia menyiapkan langkah lanjutan.
Tujuannya bukan hanya menjaga stabilitas, tapi juga menjadi “angin segar” untuk pertumbuhan yang tengah lesu.
Rapor Ekonomi: Pertumbuhan Melambat, Tantangan Meningkat
Data dari BPS menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,87% pada kuartal I 2025—angka terendah sejak 2021.
Dibandingkan kuartal IV 2024, terjadi kontraksi 0,98%. Sementara itu, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tercatat Rp5.665,9 triliun.
“Kuartal I memang cenderung melambat, tapi tekanan global dan konsumsi yang lemah memperparah kondisi,” ujar Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti.
Di Balik Angka: Dampaknya Nyata ke Rumah Tangga dan UMKM
Bagi Tami, pemilik UMKM tekstil di Banten, bunga kredit jadi tantangan utama. “Kalau BI Rate turun, harapannya bunga pinjaman ikut turun. Modal usaha bisa lebih ringan,” katanya.
Sementara Didi, karyawan swasta yang mulai investasi reksa dana, merasa khawatir. “Kalau bunga turun, return deposito juga menurun. Tapi semoga bisa mendorong pertumbuhan bisnis digital yang saya pegang unit reksadana-nya.”
Menuju Kebijakan yang Lebih Manusiawi?
Penurunan suku bunga bukan sekadar keputusan finansial—ia menyentuh kehidupan banyak orang. Pertanyaannya: apakah bank dan lembaga keuangan akan cukup cepat merespons dengan pelonggaran bunga pinjaman?
Dalam dunia yang bergerak cepat, stabilitas bukan lagi sekadar angka makro—tetapi tentang menjaga napas ekonomi rakyat.
Komentari lewat Facebook