Techfin.id – Kecanggihan teknologi kecerdasan buatan (AI) sejatinya dirancang untuk mempermudah hidup manusia.
Namun, kemajuan ini ternyata juga membuka celah baru bagi pelaku kejahatan digital untuk melancarkan aksinya.
Modus penipuan berbasis AI kini semakin beragam, canggih, dan kerap kali sulit dikenali, bahkan oleh para ahli sekalipun.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyoroti fenomena ini. Ia mengakui bahwa video dan foto hasil rekayasa AI kini terlihat sangat meyakinkan.
“Banyak orang bahkan terkecoh, bukan hanya orang awam, para ekspert pun kadang-kadang terkecoh,” ujarnya seperti dikutip dari komdigi.go.id.
Untuk itu, mengenali berbagai modus penipuan pakai AI menjadi langkah awal penting agar tak menjadi korban.
Berikut delapan modus kejahatan digital berbasis AI yang patut diwaspadai.
1. Deepfake AI: Manipulasi Visual yang Melewati Batas
Deepfake AI memungkinkan manipulasi wajah, suara, bahkan gestur seseorang untuk dibuat dalam format video atau audio yang nyaris tak bisa dibedakan dari aslinya.
Dari selebriti hingga pejabat publik, banyak yang jadi target manipulasi ini—baik untuk penyebaran hoaks, pemerasan, maupun penipuan keuangan.
Meski tampak realistis, deepfake sering kali meninggalkan jejak: gerakan mulut yang tak sinkron, ekspresi wajah yang tidak natural, atau latar yang buram.
Namun tetap saja, banyak yang terkecoh.
2. Bukti Transfer Palsu Hasil Manipulasi AI
Tak kalah berbahaya, kini pelaku kejahatan dapat membuat bukti transfer palsu yang terlihat sah.
Cukup dengan bantuan platform AI atau chatbot visual, data seperti tanggal, nominal, dan identitas pengirim bisa dipalsukan.
Untuk itu, jangan hanya percaya pada tangkapan layar.
Selalu cek mutasi rekening melalui aplikasi resmi bank atau hubungi layanan pelanggan jika ragu.
3. Voice Cloning: Suara Palsu yang Bikin Terkecoh
Dengan teknologi voice cloning, penipu dapat meniru suara keluarga, teman, bahkan customer service. Modus ini kerap dipakai untuk meminta uang atau data pribadi melalui telepon.
Karena suaranya terdengar familiar, korban pun jadi mudah percaya.
Waspada jika menerima panggilan dari “orang terdekat” yang tiba-tiba meminta sesuatu mendesak.
Pastikan identitasnya lewat cara lain, seperti video call atau pertanyaan yang hanya mereka tahu jawabannya.
4. Love Scamming dengan Chatbot AI
Penipuan asmara kini berevolusi menjadi love scam berbasis AI. Pelaku menggunakan chatbot untuk membangun kedekatan emosional secara massal di aplikasi kencan.
Dengan bantuan AI, pelaku bisa terlihat perhatian, romantis, dan “tersambung” secara emosional—padahal semuanya dikendalikan mesin.
Korban umumnya diminta mengirim uang karena alasan darurat atau investasi. Jika merasa hubungan virtual terasa terlalu sempurna, waspadalah.
5. Penipuan Investasi Palsu Menggunakan AI
Dengan situs palsu dan presentasi profesional berbasis AI, pelaku penipuan investasi menggoda korban dengan iming-iming keuntungan besar.
Target utamanya adalah investasi kripto, saham, dan forex.
Pelaku menciptakan suasana seolah-olah platform tersebut terpercaya. Padahal, semua data dan visualnya bisa dimanipulasi oleh algoritma AI.
Hindari mengklik tautan investasi mencurigakan dan pastikan legalitasnya di OJK.
6. Phishing Lebih Personal Berkat AI
Dulu phishing dilakukan dengan email spam generik. Kini, berkat AI, pesan phishing bisa terasa sangat personal—seolah datang dari institusi atau orang yang kita kenal.
Email atau pesan WhatsApp palsu ini mengajak klik tautan yang ternyata mengandung malware atau halaman login palsu.
AI membantu menyusun konten yang meyakinkan, lengkap dengan nama penerima, riwayat transaksi, dan nada bahasa yang akrab.
7. Penipuan Konten Media Sosial
Konten AI yang disebar di media sosial kini banyak digunakan untuk promosi palsu, undian berhadiah, atau giveaway.
Tautan dalam konten tersebut mengarahkan pengguna ke situs phishing atau aplikasi yang mencuri data.
Waspada terhadap konten “too good to be true” dan selalu verifikasi melalui sumber resmi atau akun terverifikasi.
8. Penyalahgunaan Data untuk Pembuatan Identitas Palsu
AI juga memungkinkan pembuatan identitas palsu dengan menggunakan data publik yang berserakan di internet.
Identitas ini digunakan untuk menipu secara lebih meyakinkan, termasuk dalam pinjaman online, jual beli daring, dan manipulasi dokumen.
Karena itu, lindungi data pribadimu: jangan unggah dokumen sensitif, jangan bagikan OTP, dan aktifkan autentikasi dua faktor.
Jangan Panik, Tetap Waspada
Di tengah derasnya arus inovasi digital, penting bagi kita untuk tidak sekadar terpesona oleh teknologi, tapi juga waspada terhadap sisi gelapnya.
AI bisa jadi alat yang luar biasa, tapi juga bisa digunakan untuk kejahatan yang luar biasa pula.
Wakil Menkominfo Nezar Patria menekankan pentingnya edukasi dan literasi digital.
“Masyarakat harus memahami cara kerja AI dan bagaimana mengenali tanda-tanda manipulasi,” ujarnya.
Dengan mengenali berbagai modus penipuan berbasis AI, kita bisa lebih siap dan tidak mudah jadi korban.
Waspada adalah langkah awal dari perlindungan digital kita.
Komentari lewat Facebook