Teluk Kuantan, Techfin.id — Keviralan tarian bocah Pacu Jalur bukan hanya mendongkrak popularitas budaya lokal, tetapi juga mengantar Kabupaten Kuantan Singingi ke panggung dunia.
Yang semula hanya perlombaan perahu tradisional di tepian Sungai Batang Kuantan, kini menjadi topik hangat media global, konten kreator mancanegara, hingga klub olahraga dunia.
Tren Global yang Tak Terduga
Fenomena ini berawal dari unggahan video pendek anak-anak menari di atas miniatur perahu Pacu Jalur yang viral di TikTok.
Mereka bukan hanya menari, tetapi menampilkan ekspresi penuh karisma yang kemudian disebut sebagai “aura farming”.
Istilah ini, yang berasal dari dunia gim dan olahraga, merujuk pada gerakan seseorang yang ingin menunjukkan karisma atau daya tarik maksimal.
Video bocah bernama Dika dengan gaya cool-nya di atas perahu, mengenakan pakaian adat hitam dan kacamata hitam, menjadi ikon tren ini.
Tak lama setelah itu, video-videonya disambut oleh selebritas dan atlet internasional: Travis Kelce, Neymar, hingga Fernando Alonso menirukan gaya Dika dalam video mereka.
Bahkan klub sepak bola Paris Saint-Germain (PSG) dan maskot AC Milan mengunggah konten yang terinspirasi dari gerakan tarian Pacu Jalur.
Beberapa menyebutnya sebagai “Boat Kid Aura Farming”, yang menggambarkan kehadiran karisma anak Indonesia yang mampu menembus batas geografis dan budaya.
Kekuatan Visual dan Algoritma
Mengapa bisa viral begitu cepat? Jawabannya adalah kekuatan visual budaya lokal yang disandingkan dengan algoritma platform global.
Tarian bocah Pacu Jalur memenuhi elemen konten yang disukai algoritma media sosial: unik, otentik, ekspresif, dan emosional.

Alunan musik tradisional, kostum warna-warni, ekspresi penuh percaya diri, serta nilai budaya yang kuat menjadikan video Pacu Jalur tidak hanya menarik, tapi juga menyentuh.
Inilah yang mendorong banyak pengguna dari berbagai negara untuk ikut menirukan gerakan tersebut, menjadikannya tren global dengan hashtag seperti #AuraFarming, #BoatKid, #PacuJalur, dan #IndonesianCulture.
TikTok dan Instagram menjadi panggung utama bagi tren ini. Banyak akun besar, termasuk media asing, mengangkat fenomena ini sebagai simbol kebangkitan budaya lokal di era digital.
Budaya Lokal yang Tampil Mendunia
Keberhasilan tren ini membawa dampak besar bagi pelestarian budaya.
Pemerintah Provinsi Riau dan Dinas Pariwisata Kuantan Singingi pun mengakui bahwa kehadiran tren “aura farming” memberi eksposur luar biasa bagi Festival Pacu Jalur 2025 yang akan berlangsung 20–24 Agustus mendatang di Tepian Narosa.
Dalam sebuah wawancara, Kepala Dispar Riau Roni Rakhmat menyebut bahwa budaya lokal ini telah membuktikan daya tarik universalnya.

“Pacu Jalur adalah warisan budaya tak benda yang diakui secara nasional sejak 2014. Kini, dengan viralnya tren ini, ia menjadi representasi kekuatan budaya Indonesia di kancah internasional,” ujarnya.
Tak hanya promosi budaya, kehadiran tren ini berdampak langsung pada sektor pariwisata dan UMKM lokal. Tema Festival Pacu Jalur 2025 pun diangkat: “Pacu Jalur Mendunia, UMKM Semakin Jaya“.
Antara Digitalisasi dan Tradisi
Fenomena ini menegaskan bahwa budaya tradisional bukanlah sesuatu yang harus dikurung dalam museum atau sekadar dipentaskan dalam agenda daerah.
Justru, jika dikemas dengan kreatif dan disesuaikan dengan semangat zaman, budaya bisa melampaui batas-batas konvensional.
Komunitas-komunitas budaya lokal mulai memahami pentingnya dokumentasi visual dan distribusi digital.
Banyak guru tari, seniman lokal, hingga pelatih dayung mulai merekam aktivitas mereka dan mengunggahnya ke media sosial sebagai bagian dari pelestarian dan promosi.
Di sisi lain, keterlibatan tokoh internasional membuka peluang kolaborasi lintas budaya. Festival budaya di masa depan bisa menjadi panggung temu antara pelaku budaya lokal dan komunitas global yang terinspirasi.
Dari Teluk Kuantan untuk Dunia
Kisah Pacu Jalur dan tarian anak-anak yang viral ini menjadi pelajaran penting: bahwa budaya lokal memiliki potensi besar jika diberi ruang untuk bersinar.
Anak-anak seperti Dika bukan hanya menari untuk hiburan, tetapi juga menjadi simbol harapan dan identitas kolektif yang membanggakan.
Bukan tidak mungkin di masa depan, Pacu Jalur akan jadi daya tarik utama dalam kalender wisata budaya global.
Tren “aura farming” hanyalah awal dari gelombang baru: gelombang budaya lokal yang tampil berani, otentik, dan mendunia lewat medium digital.
Komentari lewat Facebook