T: Ke mana Anda pergi pertama kali, dan seperti apa perjalanan awal itu?
A: Saya pergi ke Hong Kong, undangan penuh dari pimpinan lembaga, yang secara tidak resmi adalah atasan saya di Hong Kong. Saya tinggal di sana selama 1 bulan.
Saya menikmati kehidupan tanpa distraksi sosial. Hong Kong adalah kota yang sibuk, tapi tidak membuat pekak.
Tidak ada yang akan mengiramu mengangguran meski setiap hari duduk di warung kopi kecil dengan sebuah iPad.
Saya tetap mengerjakan pekerjaan saya dari klien di Indonesia.

Saya menemukan kedamaian baru, bahkan hal sederhana seperti berbelanja kebutuhan sehari-hari terasa seperti petualangan.
Saya akan duduk di balkon flat di malam hari, memandangi cakrawala, sambil berpikir, “Wah, saya berhasil — saya tinggal di luar negeri!”
Perjalanan itu sangat penting bagi saya; saya mendapatkan banyak teman dekat di sana, baik penduduk lokal maupun ekspatriat — saya pikir ini kegembiraan luar biasa karena melakukan perjalanan luar negeri pertama saya dan menarik banyak orang luar biasa kepada saya.
Saya punya satu teman seorang imam masjid di Wan Chai. Saya belajar banyak darinya, salah satu yang menjadi titik balik saya adalah tentang iman kepada qada dan qadar. Darinya saya belajar menentukan nasib sendiri, lalu mencintainya secara penuh.
Beliau menjawab banyak pertanyaan saya dengan sangat realistis — saya sangat menyukai pembahasan Fisika Kuantum — bagian itu dijelaskan dengan baik. Hari itu menjadi hari pertama perjalanan spiritual saya dimulai.
Komentari lewat Facebook