T: Kedengarannya Anda berhasil! Dengan semua tanggung jawab itu, bagaimana Anda bisa menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi sambil menjalani impian hidup lambat?
A: Saya bekerja sekitar 20 jam seminggu dengan beberapa klien jangka panjang. Saya tidak lagi menerima proyek retail, jadi saya benar-benar dapat menikmati kehidupan saya tanpa gangguan terus-menerus.
Ini memberi saya kebebasan untuk melakukan hal-hal yang dulu menjadi “dongeng” di kepala saya; mendekorasi ruang kerja kecil saya, membaca buku, merawat beberapa tanaman, dan menerima tamu di taman depan samping rumah dengan secangkir kopi.
Gaya hidup yang selalu saya inginkan, sesuai yang saya bayangkan dari dulu.

T: Mari kita mundur sedikit — seperti apa kehidupan Anda sebelum Anda terjun ke dunia freelancer?
A: Saya bekerja sebagai staf biasa di organisasi filantropi selama lima tahun, sembari mengambil pekerjaan penyuntingan naskah jarak jauh untuk sebuah perusahaan media.
Awalnya kedengarannya menarik karena pekerjaan itu dilakukan dari jarak jauh, tetapi gajinya kecil dan tidak ada perkembangan karier yang berarti. Saat itu, saya masih tinggal di rumah saudara.
T: Dan apa titik balik yang menginspirasi Anda untuk meninggalkan semuanya dan menjalani gaya hidup lambat?
A: Sebenarnya saya tidak membuat keputusan itu sendiri — mungkin memang sudah waktunya saya berhenti bekerja di kantor. Ditambah dengan pembatasan aktivitas selama pandemi, tidak hanya saya — semua orang dituntut untuk bekerja mandiri dari rumah.
Itu memicu semangat dalam diri saya untuk membangun kehidupan yang benar-benar bebas dan terkendali.
Saya selalu bermimpi untuk menikmati suara pagi tanpa harus buru-buru mengisi absensi di kantor.
T: Bagaimana Anda mendapatkan klien pertama, dan seperti apa rentang waktu dari Anda berhenti hingga menjadi pekerja lepas digital sepenuhnya?
A: Saya meneliti beberapa bisnis kecil yang menurut saya dapat saya bantu dan pada dasarnya saya hanya mengirim email yang dibuat dengan sangat hati-hati — yang berisi promosi diri saya untuk pekerjaan apa pun yang tampaknya bisa saya lakukan.
Saya mengirim banyak email dalam waktu seminggu, dan tidak ada satu balasan pun yang saya terima.
Satu bulan setelah saya resmi menjadi pengangguran dan menggantungkan hidup dari gaji terakhir yang saya terima sebagai karyawan, saya mendapat pesan WhatsApp dari seorang direktur rumah sakit mata — yang kebetulan kami saling kenal — langsung mengajak saya untuk menjadi tim marketing komunikasi rumah sakit baru itu.
Saya cukup beruntung, saat itu saya meminta untuk bekerja dari rumah, dan itu terkabul.
Di tahun berikutnya, saya menandatangani dua kontrak jangka panjang dengan perusahaan rintisan. Kontrak yang ketiga membawa saya ke luar negeri untuk pertama kali. Pengalaman yang tidak akan saya lupakan.
Di sana sayalah mengambil keputusan riskan dalam hidup saya; berhenti mengambil pekerjaan tambahan dan menjalani hidup lambat sampai hari ini.
Komentari lewat Facebook