Techfin Insight – Indonesia kini dinobatkan sebagai negara dengan tingkat panggilan spam tertinggi di dunia, menurut laporan Global Call Threat Report kuartal IV-2023 dari Hiya, perusahaan keamanan digital asal Amerika Serikat.
Setiap pengguna seluler di Indonesia menerima rata-rata 10 panggilan spam per bulan, sebuah angka yang mengkhawatirkan dan mencerminkan ancaman serius dalam komunikasi digital di tanah air.
Panggilan Spam di Indonesia Capai 61%, Tertinggi Global
Sepanjang periode Oktober hingga Desember 2023, sebanyak 141 juta panggilan spam tercatat di Indonesia. Dari jumlah itu, 96,95% tergolong sebagai panggilan mengganggu (nuisance calls), seperti penawaran produk atau jasa tak diinginkan.
Sementara 3,05% atau sekitar 4,4 juta panggilan merupakan upaya penipuan.
Hiya mencatat Indonesia berada di posisi teratas dengan skor spam 61%, melampaui Hong Kong (60%) dan Filipina (36%).
Negara lain di kawasan Asia Pasifik seperti Australia (28%), Singapura (27%), hingga India (12%) juga masuk dalam daftar 10 besar.
Jenis-Jenis Panggilan Spam yang Paling Sering Muncul
Laporan Hiya merinci bahwa dari total panggilan spam di Indonesia:
- 59% merupakan panggilan promosi atau penawaran yang mengganggu,
- 2% berkategori penipuan atau scam,
- 39% sisanya terdiri dari panggilan tidak diidentifikasi (lain-lain).
Kondisi ini menjadikan Indonesia mengungguli Chile, yang sebelumnya memuncaki laporan serupa pada kuartal III-2023 dengan tingkat spam 59%. Kala itu, Indonesia berada di posisi kedua dengan 56,5%.
Pemerintah Siapkan Regulasi Baru untuk Tekan Spam Call
Merespons lonjakan ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyiapkan regulasi baru untuk membatasi penyalahgunaan nomor telepon, khususnya dalam praktik penipuan digital.
Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menyatakan bahwa pemerintah akan memperketat pengelolaan kartu SIM melalui batasan maksimal tiga nomor per NIK (Nomor Induk Kependudukan).
“Ketika kita mengatur soal SIM, itu bukan untuk menyulitkan masyarakat. Operator wajib memutakhirkan data agar satu NIK tidak bisa digunakan secara massal,” ujar Meutya, Kamis (15/5/2025).
Ia menambahkan, dengan jumlah kartu SIM aktif mencapai 315 juta, sementara penduduk Indonesia sekitar 280 juta jiwa, evaluasi menyeluruh terhadap penyalahgunaan kartu SIM menjadi hal mendesak.
eSIM Dianggap Lebih Aman, Tapi Belum Wajib
Untuk menambah lapisan keamanan, pemerintah juga mendorong masyarakat mulai beralih ke teknologi eSIM (embedded SIM). Teknologi ini memungkinkan verifikasi identitas biometrik, yang dinilai lebih sulit disalahgunakan.
“Migrasi ke eSIM bisa meningkatkan keamanan data pengguna. Meskipun belum wajib, kami menyarankan pengguna ponsel yang mendukung eSIM untuk beralih,” tambah Meutya.
Komdigi bekerja sama dengan operator seluler untuk memperbarui dan menelusuri data pengguna. Operator pun diminta memberikan laporan berkala mengenai kepatuhan terhadap kebijakan baru yang akan segera diterapkan.
Komentari lewat Facebook