Techfin Insight — Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini bukan lagi teknologi masa depan.
Kehadirannya sudah menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari: mulai dari menulis, membuat presentasi, riset data, bahkan menyusun strategi bisnis.
Namun, banyak orang masih belum tahu cara memanfaatkan AI secara efektif.
Padahal, cara kita memberikan arahan ke AI—yang disebut prompt—sangat menentukan kualitas jawaban yang kita dapat. Tanpa prompt yang baik, hasilnya sering kali terasa umum, generik, bahkan tidak berguna.
Nah, agar kamu bisa memaksimalkan AI, mari pahami prinsip CATS dalam membuat prompt: Context, Angle, Task, Style.
Berikut penjelasan dan contoh konkretnya.
1. Context – Sediakan Latar Belakang Sejelas Mungkin
AI tidak bisa membaca pikiran. Maka, kita perlu memberikan informasi awal sebanyak dan sejelas mungkin. Inilah yang disebut konteks.
Mengapa penting?
Konteks adalah fondasi. Tanpanya, AI hanya akan memberi respons yang bersifat umum. Padahal, setiap situasi, tujuan, dan audiens itu unik.
Contoh prompt kurang konteks:
“Tolong buatkan proposal pengajuan dana.”
Hasilnya? Umum sekali.
Contoh prompt yang punya konteks baik:
“Saya adalah ketua komunitas literasi yang sedang ingin mengajukan proposal bantuan dana ke yayasan filantropi yang fokus pada pemberdayaan anak dan pendidikan. Program kami ingin membangun taman baca di 3 desa terpencil di Kabupaten Pati. Kami sudah menjalankan program ini selama 2 tahun, dan memiliki 500 anak binaan aktif.”
Dengan informasi seperti ini, AI bisa langsung memahami siapa kamu, tujuanmu, dan situasi aktualmu. Hasilnya lebih akurat, relevan, dan praktis.

2. Angle – Tentukan Perspektif dan Peran AI
AI bisa diajak bermain peran. Kamu bisa minta ia menjadi mentor, editor, investor, konsultan bisnis, guru, bahkan audiens awam.
Mengapa penting?
Perspektif menentukan sudut pandang jawaban. Kalau kamu tidak menentukan peran AI, dia akan menjawab sebagai “asisten netral”—yang seringkali tidak tajam.
Contoh prompt tanpa angle:
“Apa pendapatmu tentang isi artikel ini?”
Hasilnya akan datar dan kurang fokus.
Contoh prompt dengan angle kuat:
“Periksa artikel ini sebagai editor media daring yang berpengalaman. Soroti bagian mana yang kurang logis, bertele-tele, atau membingungkan.”
Atau:
“Evaluasi naskah ini seakan kamu adalah investor teknologi yang tertarik berinvestasi pada startup AI. Apakah penjelasan kami sudah meyakinkan?”
Dengan menetapkan peran, AI bisa memberikan insight yang lebih tajam dan sesuai kebutuhan kamu.
3. Task – Jelaskan Tugas Spesifik yang Diinginkan
Setelah menjelaskan latar belakang dan sudut pandang, kini saatnya menjelaskan apa sebenarnya yang kamu ingin AI lakukan.
Mengapa penting?
Prompt seperti “Tolong bantu saya” atau “Perbaiki teks ini” terlalu kabur. AI tidak tahu harus mulai dari mana atau hasil seperti apa yang kamu harapkan.
Contoh prompt kabur:
“Tolong bantu presentasi saya.”
Contoh prompt yang jelas:
“Saya sedang membuat presentasi untuk audiens pelaku UMKM. Berikan tiga opsi kalimat pembuka presentasi yang langsung menarik perhatian dan relevan dengan tema digitalisasi usaha.”
Atau:
“Berikan saya tiga versi judul untuk artikel opini ini. Judulnya harus berpotensi viral, terdiri dari maksimal 9 kata, dan mengandung kata ‘AI’ dan ‘produktivitas’.”
Dengan permintaan yang spesifik, AI akan memberikan hasil yang langsung bisa kamu gunakan atau tinggal kamu revisi sedikit.
4. Style – Tentukan Format dan Gaya Bahasa
Setiap tugas memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Menyusun laporan ke atasan tentu berbeda dengan menulis konten Instagram. Maka, jangan lupa tentukan gaya penyampaian yang kamu butuhkan.
Mengapa penting?
Tanpa arahan soal gaya, AI akan menebak sendiri. Kadang formal, kadang baku, kadang terlalu kaku. Kalau kamu ingin output yang cocok dengan target audiens, jangan lupa arahkan gayanya.
Contoh prompt tanpa style:
“Tuliskan ulang paragraf ini.”
Contoh prompt dengan style yang jelas:
“Tuliskan ulang paragraf ini menjadi lebih santai dan cocok untuk konten Instagram yang menyasar audiens usia 18–25 tahun, tapi tetap informatif.”
Atau:
“Ubah tulisan ini ke dalam gaya narasi storytelling yang tetap baku, seperti gaya artikel feature media digital seperti Techfin Insight.”
Kamu juga bisa minta AI menyusun output dalam bentuk daftar, bullet point, email, skrip video, bahkan utas Twitter.
AI Butuh Kamu
AI adalah alat bantu. Sekuat apa pun AI-nya, hasil akhirnya tetap bergantung pada kejelasan perintah kita. Maka, jangan malas mengatur konteks dan tujuan.
Jangan segan meminta revisi atau penyesuaian. Dan yang paling penting: tetap gunakan pikiran kritis.
AI bisa jadi partner yang luar biasa jika kamu tahu bagaimana cara mengarahkannya. Jadi, pertanyaannya kembali ke kamu:
Apakah kamu sudah bisa memanfaatkan AI dalam pekerjaan?
Komentari lewat Facebook