Teluk Kuantan, Techfin.id — Tarian bocah Pacu Jalur yang kini viral di media sosial tak sekadar menghibur, tetapi juga membuktikan bahwa warisan budaya lokal masih punya daya hidup yang luar biasa.
Dari Sungai Batang Kuantan di Riau, sebuah tradisi lama kini bangkit dalam bentuk baru yang memukau jutaan pasang mata di seluruh dunia.
Dari Sungai ke Layar Ponsel
Pacu Jalur adalah perlombaan perahu panjang khas Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, yang berakar sejak abad ke-17.
Tradisi ini awalnya digunakan sebagai sarana transportasi dan perayaan hari besar Islam, lalu berkembang menjadi lomba tahunan yang sarat simbol persatuan, kekuatan, dan kerja sama.

Namun di era digital, Pacu Jalur menemukan bentuk ekspresi baru melalui anak-anak penari yang tampil di ujung perahu. Mereka dikenal sebagai “tukang tari” atau “anak pacu”.
Gerakan mereka penuh percaya diri, memukau, dan belakangan disebut-sebut sebagai bentuk “aura farming”—slang yang populer di kalangan Gen Z dan Gen Alpha untuk menggambarkan ekspresi karismatik yang viral.
Budaya Lokal Menyapa Dunia
Tren tarian anak Pacu Jalur menyebar cepat di TikTok dengan berbagai tagar seperti #AuraFarming, #BocahPacuJalur, #PacuJalurChallenge, dan #TarianAnakRiau.
Video yang menunjukkan anak kecil menari gagah di atas perahu saat mendayung Pacu Jalur bahkan ditiru oleh atlet dunia seperti Neymar, Travis Kelce, hingga Bradley Barcola.
@psg His aura made it all the way to Paris 🇫🇷✨ #psg #indonesia #aurafarming ♬ original sound – 𝖍𝖆𝖑𝖑𝖔𝖜
Tak hanya individu, akun resmi klub besar seperti PSG dan AC Milan pun turut serta dalam tren ini.
Mereka menyebutnya sebagai tarian penuh aura, simbol karisma baru dari Indonesia.
Fenomena ini memperlihatkan betapa budaya lokal bisa bersaing dan bahkan memimpin dalam arena global.
Menjaga Napas Tradisi di Era Algoritma
Viralnya tarian bocah Pacu Jalur tidak terjadi begitu saja. Di balik itu ada komunitas lokal, para pelatih tari, dan panitia festival yang terus menjaga api semangat budaya ini tetap menyala.
Miniatur jalur (perahu Pacu Jalur) dibuat khusus agar anak-anak bisa tampil di luar lomba resmi, dan kostum tradisional mereka dirancang agar tetap mencerminkan nilai adat.
Ini adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya bisa beradaptasi dengan zaman. Ketika tradisi tidak hanya dipertontonkan dalam seremoni tahunan, tetapi juga dihidupkan dalam keseharian digital, maka eksistensinya justru semakin kokoh.
Dari Anak Kampung ke Duta Budaya Digital
Sosok seperti Dika, bocah 9 tahun dari tim Tuah Koghi, menjadi simbol kebangkitan budaya lokal.
Ia menari penuh ekspresi di atas jalur, mengenakan pakaian hitam dan kacamata hitam, dan videonya ditonton jutaan kali.
Dika telah diwawancarai oleh influencer luar negeri, dijuluki “The Reaper” karena dianggap mampu “mengambil jiwa” lawan lewat ekspresi karismatiknya.

Namun Dika hanyalah satu dari ratusan anak pacu yang berlatih keras, menjaga keseimbangan di ujung perahu demi tampil maksimal di setiap lomba.
Mereka bukan sekadar penghibur; mereka adalah penjaga identitas budaya.
Festival Pacu Jalur 2025: Dari Tradisi Menuju Wisata Global
Dengan popularitas yang kian melonjak, Dinas Pariwisata Riau memprediksi Festival Pacu Jalur 2025 akan mengalami lonjakan pengunjung.
Acara puncak akan digelar di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, pada 20–24 Agustus 2025.
Festival ini tak hanya menyuguhkan perlombaan, tetapi juga pertunjukan seni tradisional, pameran UMKM, hingga seminar budaya.
Pacu Jalur kini tak lagi hanya milik Kuansing, tapi menjadi bagian dari wajah Indonesia di mata dunia.
Terlebih sejak budaya ini diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kemendikbud pada 2014.
Tradisi yang Tak Pernah Usang
Tarian bocah Pacu Jalur membuktikan bahwa budaya yang dikelola dengan cinta, keberanian, dan kreativitas bisa menembus batas geografis dan generasi.
Dari sungai kecil di Riau, tradisi ini kini mengalir hingga ke layar TikTok di Eropa dan Amerika.
Di tengah derasnya arus konten digital, budaya lokal seperti Pacu Jalur justru memiliki keunikan yang membuatnya tak tergantikan.
Inilah momentum untuk tidak sekadar mempertontonkan budaya, tetapi juga merayakan, melindungi, dan menumbuhkannya bersama generasi masa depan.
Komentari lewat Facebook