Jakarta, Techfin Insight β Di tahun 2025 ini, Kopenhagen dinobatkan sebagai kota paling layak huni di dunia, menyalip Wina yang sebelumnya bertahan selama tiga tahun berturut-turut di posisi puncak.
Informasi ini berasal dari laporan tahunan Economist Intelligence Unit (EIU), yang menganalisis 173 kota berdasarkan lima indikator utama: stabilitas, layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, serta budaya dan lingkungan.
10 Kota Paling Layak Huni di Dunia 2025
Berikut daftar lengkap 10 besar kota layak huni di dunia versi EIU 2025:
- Kopenhagen, Denmark β Skor: 98
- Wina, Austria β Skor: 97,1
- Zurich, Swiss β Skor: 97,1
- Melbourne, Australia β Skor: 97
- Jenewa, Swiss β Skor: 96,8
- Sydney, Australia β Skor: 96,6
- Osaka, Jepang β Skor: 96
- Auckland, Selandia Baru β Skor: 96
- Adelaide, Australia β Skor: 95,9
- Vancouver, Kanada β Skor: 95,8
Kopenhagen mengungguli Wina dengan skor hampir sempurna, yakni 98 dari 100. Kota ini dikenal akan sistem transportasi ramah lingkungan, layanan kesehatan yang merata, serta gaya hidup urban yang tetap seimbang dengan kehijauan dan akses ruang publik yang luas.
Kunci Layak Huni: Stabilitas dan Layanan Publik
Laporan EIU menekankan bahwa kota-kota dengan tingkat keamanan tinggi, pelayanan kesehatan yang unggul, dan infrastruktur publik yang solid menempati urutan teratas.
Austria, Swiss, dan Australia secara konsisten mendominasi karena memiliki kebijakan sosial yang progresif, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau, serta tata kota yang memperhatikan kualitas hidup warga.

Sebaliknya, kota-kota dengan konflik politik, tekanan ekonomi, atau layanan publik yang belum merata cenderung berada di posisi bawah.
Namun, laporan tahun ini juga menunjukkan pergeseran positif di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia.
Jakarta Naik 10 Peringkat
Meskipun belum masuk ke daftar 100 besar, Jakarta menunjukkan perbaikan signifikan. Pada 2025 ini, ibu kota Indonesia berada di peringkat ke-132, naik 10 peringkat dibanding tahun sebelumnya.
Perbaikan ini didorong oleh peningkatan skor di aspek stabilitas dan infrastruktur kota, termasuk modernisasi transportasi umum, proyek revitalisasi ruang publik, dan perbaikan kualitas udara di beberapa kawasan.
βKenaikan skor Jakarta jadi indikator awal bahwa arah pembangunan urban kita berada di jalur yang menjanjikan, meskipun tantangannya masih besar,β ungkap pengamat tata kota kepada Techfin.id.
Siapa di Balik Daftar Ini?
Economist Intelligence Unit (EIU) adalah divisi dari The Economist Group yang menyediakan data, prakiraan, dan analisis ekonomi secara global.
Selain laporan kota layak huni, EIU juga merilis laporan risiko politik dan industri, serta prakiraan ekonomi lima tahunan di berbagai negara.
Menariknya, EIU juga memiliki kehadiran di Asia dengan kantor cabang di Hong Kong dan dua di Tiongkok, yang menandakan cakupan global dan pentingnya perspektif Asia dalam riset mereka.
Apa Makna Layak Huni di Era Digital?
Konsep kota layak huni di tahun 2025 tidak lagi hanya tentang jalan yang mulus atau udara yang bersih. Kota modern yang ideal harus mampu:
- Menyediakan akses digital yang inklusif
- Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan
- Mendorong mobilitas hijau
- Menghadirkan layanan publik berbasis data
- Mengurangi kesenjangan sosial dalam kehidupan urban
Kopenhagen, Zurich, dan Melbourne misalnya, telah mengembangkan ekosistem kota pintar yang memperkuat partisipasi warga, efisiensi energi, hingga pelibatan komunitas dalam pengambilan kebijakan.
Sementara itu, kota-kota di Asia seperti Osaka dan Auckland menunjukkan bahwa penggabungan nilai-nilai tradisional dengan inovasi teknologi bisa menghasilkan harmoni yang layak ditiru.
Layak Huni: Sekadar Gelar atau Target Masa Depan?
Peringkat kota bukan semata ajang prestise, tapi bisa menjadi benchmark penting bagi pemerintah daerah dan pengembang kota. Laporan EIU seharusnya dibaca sebagai refleksi dan arah pembelajaran:
bagaimana kota-kota terbaik di dunia bisa membentuk ekosistem sosial yang sehat, cerdas, dan berkelanjutan.
Dan Jakarta, meskipun belum sempurna, mulai menyusul.
Komentari lewat Facebook