Techfin Insight – Dulu, saat melamar kerja, kita cukup bawa CV dan ijazah. Tapi sekarang? Dunia kerja digital menuntut lebih dari itu: portofolio.
Khususnya untuk profesi-profesi baru seperti content creator, virtual assistant, prompt engineer, game developer, atau social media manager, portofolio bukan cuma pelengkap—tapi syarat utama.
Lalu gimana caranya bangun portofolio digital dari nol, apalagi kalau belum punya pengalaman?
Jawabannya: mulai dulu, tunggu bagus belakangan.
Bukan Siapa Kamu, Tapi Apa yang Pernah Kamu Kerjakan
Reno (26), sekarang jadi prompt engineer freelance untuk startup konten edukasi. Tapi dua tahun lalu, ia bahkan tidak tahu apa itu GPT atau Midjourney.
“Awalnya cuma main-main sama ChatGPT, terus iseng bikin prompt buat bikin konten puisi. Lama-lama, gue kumpulin hasil eksperimen itu di satu dokumen Notion. Ternyata bisa jadi portofolio.”
Portofolio Reno tidak berisi proyek dari klien besar. Tapi karena terkurasi dengan rapi dan menjelaskan proses berpikirnya, itu cukup menarik perhatian calon klien.
“Orang bukan cuma pengin lihat hasil, tapi juga proses dan cara kamu ngulik.”
1. Pilih Platform yang Nyaman untuk Kamu
Portofolio digital bisa dibangun di mana saja. Tidak harus langsung bikin website berbayar. Beberapa alternatif mudah:
- Google Drive / Docs / Sheets (praktis dan bisa diatur publik)
- Notion (favorit anak muda dan freelance)
- Behance atau Dribbble (untuk desainer)
- Medium atau Substack (untuk penulis)
- GitHub (untuk developer)
- LinkedIn (profil + unggahan konten juga bisa jadi showcase)
Intinya: mulailah dari platform yang kamu kuasai. Yang penting bisa diakses, tertata, dan mudah dibagikan.

2. Bikin Proyek Fiktif Kalau Belum Ada Klien
Yup, ini sah-sah saja. Misalnya kamu ingin jadi social media specialist tapi belum pernah dapat job:
- Coba buat studi kasus: “Kalau aku megang akun X, strategi aku kayak gini…”
- Rancang kalender konten fiktif, lengkap dengan caption
- Tampilkan desain feed (pakai Canva juga boleh)
“Gue pernah bikin konsep campaign fiktif buat brand skincare. Gue upload ke Instagram gue sendiri. Ternyata itu yang bikin gue dipanggil interview,” cerita Tania (24), SMM freelance.
3. Dokumentasikan Proses Belajarmu
Alih-alih nunggu sampai “jago dulu”, kamu bisa mulai bangun portofolio dari catatan belajar. Misalnya:
- Bikin thread Twitter tentang pengalaman belajar AI
- Post di Instagram carousel: “5 hal yang gue pelajari waktu bikin website pertama”
- Upload video TikTok proses kamu belajar Canva dari nol
Semua itu menunjukkan inisiatif, rasa ingin tahu, dan progres. Dan itu nilai plus di mata banyak klien dan recruiter.

4. Konsisten Lebih Penting dari Sempurna
Banyak yang gagal bikin portofolio karena nunggu semua tampilannya rapi dan sempurna. Padahal, konsistensi jauh lebih berharga.
Alih-alih membangun dalam diam selama berbulan-bulan, cobalah prinsip ini:
“Lebih baik kamu post satu karya tiap minggu, daripada nunggu punya 10 karya baru publish bareng-bareng.”
Dengan begitu, portofoliomu akan terus hidup, berkembang, dan kamu terlihat aktif di mata publik digital.
5. Tambahkan Cerita & Konteks
Portofolio bukan galeri kosong. Tambahkan deskripsi kecil di tiap proyek:
- Apa tujuan proyek ini?
- Tantangan apa yang kamu hadapi?
- Tools atau metode apa yang kamu pakai?
- Apa hasilnya?
Cerita kecil ini membedakan antara portofolio yang “asal upload karya” dan portofolio yang bernilai strategis.
Dunia Digital Membuka Jalan Bagi yang Aktif
Saat ini, siapa pun bisa bikin jejak profesional tanpa harus kerja di kantor dulu. Dunia digital menghargai proses, keberanian mulai, dan kemauan belajar.
Portofolio digital bukan hanya soal “menjual diri”, tapi cara kita menunjukkan pada dunia:
“Ini lho, yang bisa aku kerjakan. Ini lho, minat dan proses belajarku.”
Komentari lewat Facebook